×
PENCARIAN
MahasiswaKeren.com
Tempat Aman untuk Menjelajahi
 Pertanyaan Tentang Hidup dan Tuhan
Mengenal Tuhan

Pengalamanku Sebagai Seorang Brahmana Hindu

Apa yang Brahmana Hindu ini temukan tentang Yesus yang memberikan sukacita melimpah…

WhatsApp Share Facebook Share Twitter Share Share by Email More PDF

Oleh Rabi Maharaj

Tak peduli betapa memuaskannya kehidupan ini, selalu ada rasa penyesalan ketika mengingat masa lalu. Rasa kehilanganku yang terbesar adalah ayahku. Banyak hal yang telah terjadi setelah kematiannya. Seringkali aku membayangkan bagaimana rasanya menceritakan semua yang terjadi kepadanya, dan seperti apa kira-kira reaksinya.

Kami tak pernah berbagi cerita tentang apapun dalam hidup kami. Karena sumpah yang telah ia ucapkan sebelum aku dilahirkan, tak pernah sekali pun ia berbicara kepadaku atau memberikan perhatian kecil kepadaku. Sebenanrnya hanya dua patah kata saja darinya akan membuatku sangat gembira. Betapa aku ingin mendengarnya berkata, “Rabi, Putraku.” Sekali saja. Namun ia tak pernah mengucapkannya.

Kepercayaan Hindu-ku dan kesadaran yang lebih tinggi

Selama delapan tahun ia tak pernah mengucapkan sepatah kata pun. Kondisi trance yang ia alami, yakni keadaan di luar kesadaran diri, disebut mencapai kesadaran yang lebih tinggi, yang hanya dapat diperoleh melalui meditasi yang mendalam.

“Mengapa ayah seperti itu?” Aku bertanya kepada ibuku, aku masih terlalu kecil untuk mengerti. “Ayahmu adalah seseorang yang sangat istimewa – orang terhebat yang dapat kau miliki sebagai seorang ayah,” jawab ibuku. “Ia sedang mencari Yang Benar, yang ada dalam diri kita semua, Yang Eka, tidak ada lagi yang lain. Dan engkau juga istimewa, Rabi.”

Ayah telah menjadi teladan, menerima pengakuan orang-orang, dan dipuja oleh banyak orang, dan pasti setelah kematiannya aku akan meneruskan jabatannya. Namun demikian, aku tak pernah membayangkan, bahwa aku masih begitu muda ketika itu.

Ketika ayahku meninggal aku merasa kehilangan segalanya. Walaupun aku hampir tak mengenalnya sebagai seorang ayah, ia telah menjadi inspirasiku – seorang dewa – dan sekarang ia telah tiada.

Kepercayaan Hindu-ku dan astrologi

Pada saat kremasi, tubuh kaku ayahku diletakkan di atas tumpukan kayu bakar yang tinggi. Membayangkan bahwa tubuhnya akan dipersembahkan kepada Agni, dewa api, menambahkan sebuah dimensi misteri yang baru kepada perasaan bingung dan kehilangan yang meliputi diriku.

Sementara kobaran api menyelimuti tubuh ayahku, rasanya tak mungkin memendam rasa pedih yang ku rasakan. “Ibu!” Aku menjerit. “Ibu!” Andai ia mendengar suaraku di tengah kobaran api, ibu tak menunjukkan tanda-tanda kalau ia mendengarnya. Sebagai seorang penganut Hindu sejati, ia mendapatkan kekuatan untuk mengikuti Krishna: ia tak akan meratapi orang yang hidup atau yang mati. Tak sekali pun ia menangis sementara api membakar ayahku.

Setelah kremasi ayahku, aku menjadi subyek favorit bagi para pembaca garis tangan dan para ahli perbintangan yang sering berkunjung ke rumah kami. Keluarga kami hampir tak pernah membuat keputusan penting tanpa berkonsultasi dengan seorang astrolog, sehingga sangatlah penting bahwa masa depanku juga harus dipastikan dengan cara yang sama. Sungguh menguatkan bahwa menurut mereka yang mengartikannya, garis tanganku dengan planet-planet dan bintang-bintang, selaras menyatakan bahwa aku akan menjadi seorang pemimpin Hindu yang luar biasa. Jelas dinyatakan bahwa aku adalah seorang yang terpilih, yang ditakdirkan untuk memperoleh keberhasilan dini dalam pencarian kesatuan dengan Brahmana (Yang Eka). The Force, yakni kekuatan yang telah menuntun ayahku, kini akan membimbingku.

Kepercayaan Hindu-ku dan dipuja oleh banyak orang

Aku masih berumur sebelas tahun dan sudah banyak orang yang membungkuk memberikan penghormatan di hadapanku, meletakkan persembahan uang, kain katun, dan barang-barang berharga lainnya di kakiku, dan mengalungkan karangan bunga di leherku saat upacara keagamaan.

Betapa aku menyukai upacara keagamaan – terutama upacara yang secara pribadi diadakan di rumah kami atau di rumah orang lain, di mana teman-teman dan kerabat akan berkumpul bersama. Di sana aku akan menjadi pusat perhatian, dipuja oleh semua orang. Aku senang berjalan di antara kerumunan orang, memercikkan air suci atau mengoleskan pasta kayu cendana putih pada dahi para penyembah. Aku juga senang melihat para penyembah, selesai upacara, mereka membungkuk di hadapanku dan meletakkan persembahan mereka di kakiku.

Ketika sedang berlibur di peternakan bibiku, aku mengalami perjumpaan yang pertama kali dengan Yesus. Suatu hari aku sedang berjalan mengagumi keindahan alam dan dikejutkan oleh suara menggerisik dari semak belukar di belakangku. Aku segera membalikkan badan, dan dengan perasaan ngeri, aku melihat seekor ular yang sangat besar sedang berjalan mendekatiku – sepasang matanya yang bercahaya menatap tajam ke mataku. Aku merasa lumpuh, sangat ingin melarikan diri namun tak mampu bergerak.

Pada saat yang mencekam, tiba-tiba aku teringat akan kata-kata ibuku yang diucapkan berulang kali, yang sudah lama ku lupakan: “Rabi, jika engkau berada dalam bahaya dan tak ada yang dapat menolong, ada satu Allah yang kepada-Nya engkau dapat berdoa. Nama-Nya adalah Yesus.”

“Yesus! Tolong aku!” aku mencoba berteriak, namun seruan putus asa ini tercekat di kerongkonganku dan nyaris tak terdengar.

Sungguh mengherankan, ular itu berbalik dan dengan cepat merayap masuk kembali ke dalam semak belukar. Terengah-engah dan masih gemetar, aku dipenuhi dengan rasa syukur kepada Allah yang ajaib ini, Yesus. Mengapa ibuku tak menceritakan kepadaku lebih lagi tentang Dia?

Kepercayaan Hindu-ku dipertanyakan

Pada tahun ketiga saat sekolah menengah, aku mengalami konflik batin yang semakin lama semakin mendalam. Kesadaranku akan Allah sebagai Sang Pencipta, yang terpisah dan jauh dari alam semesta yang Ia ciptakan, bertolak belakang dengan konsep Hindu yang mengajarkan bahwa dewa adalah segalanya, bahwa Sang Pencipta dan Yang Diciptakan adalah sama dan satu. Jika hanya ada Satu Realita, maka Brahmana adalah kejahatan dan kebaikan, kematian dan kehidupan, kebencian dan kasih. Itu membuat segala sesuatu tak berarti, kehidupan adalah sesuatu yang tak masuk di akal. Tidaklah mudah untuk menjaga kesadaran dan pemahaman seseorang bahwa kebaikan dan kejahatan, kasih dan kebencian, kehidupan dan kematian adalah Satu Realita.

Suatu hari seorang teman dari sepupuku Shanti, yang bernama Molli, datang berkunjung. Ia bertanya kepadaku apakah aku menemukan kepuasan dalam ajaran Hindu. Sambil mencoba menyembunyikan kekosongan batinku, aku berbohong dan berkata kepadanya kalau aku merasa senang dan agamaku adalah Sang Kebenaran. Dengan sabar ia mendengarkan perkataanku yang terkadang ku ucapkan dengan begitu sombongnya. Tanpa berargumentasi, dengan lembut ia menyingkapkan kekosongan batinku lewat pertanyaan-pertanyaan yang ia sampaikan dengan sopan.

Ia bercerita kepadaku bahwa Yesus telah membawanya lebih dekat kepada Allah. Ia juga mengatakan bahwa Allah adalah Allah yang penuh kasih dan Ia rindu agar kita semua dekat kepada-Nya. Walaupun ini terdengar menarik bagiku, dengan keras kepala aku menolak, tak mau melepaskan akar Hindu-ku.

Apa yang tak dapat diberikan oleh kepercayaan Hindu-ku

Namun aku mendapati diriku masih bertanya, “Apa yang membuatmu begitu bersukacita? Engkau pasti sering bermeditasi.”

“Dulu aku sering bermeditasi,” jawab Molli, “namun sekarang tidak lagi, Yesus telah memberikan kepadaku sebuah damai sejahtera dan sukacita yang belum pernah ku rasakan sebelumnya.” Lalu ia berkata, “Rabi, engkau terlihat tidak bahagia. Benar, bukan?”

Aku merendahkan volume suaraku: “Aku tidak bahagia. Andai saja aku memiliki sukacitamu.” Apakah aku sungguh mengatakan ini?

“Sukacitaku adalah karena dosa-dosaku telah diampuni.” Kata Molli. “Damai sejahtera dan sukacita datang dari Kristus, melalui pengenalan yang sungguh-sungguh akan Dia.”

Kami terus mengobrol selama setengah hari, tak sadar berapa lama waktu berlalu. Aku menginginkan damai sejahtera dan sukacitanya, tetapi aku sungguh-sungguh bertekad kalau aku tidak akan melepaskan bagian manapun dari agamaku.

Sementara ia hendak pergi, Molli berkata: “Sebelum engkau tidur malam ini, Rabi, berlututlah berdoa dan mintalah Allah untuk menunjukkan Kebenaran kepadamu – dan aku akan berdoa untukmu.” Dengan sebuah lambaian tangan ia pun pergi.

Harga diriku menuntut kalau aku harus menolak semua yang Molli katakan, tetapi perasaan putus asa membuatku tak lagi menjaga gengsiku. Aku berlutut, dengan perasaan sadar aku menyerah dan menuruti permintaan Molli. “Tuhan, Allah yang sejati dan Sang Pencipta, tolong tunjukkan kepadaku kebenaran!” Sesuatu di dalam diriku tersentak. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa sungguh-sungguh berdoa dan berkomunikasi – bukan dengan the Force, yakni suatu kekuatan yang tidak dikenal, tetapi berkomunikasi dengan Allah yang sejati yang penuh perhatian dan kasih. Terlalu lelah untuk berpikir lebih lama lagi, aku naik ke tempat tidur dan langsung terlelap.

Tak lama kemudian, sepupuku Krishna mengundangku untuk mengikuti pertemuan orang-orang Kristen. Sekali lagi aku membuat diriku terkejut ketika aku menjawab: “Mengapa tidak?” Dalam perjalanan kami ke tempat pertemuan, Ramkair, seorang teman baru Krishna, bergabung dengan kami. “Apakah engkau tahu sesuatu tentang pertemuan ini?” Aku bertanya kepadanya, ingin mendapatkan informasi sebelum pertemuan orang-orang Kristen dari Ramkair.

“Sedikit,” ia menjawab. “Aku menjadi seorang Kristen baru-baru ini.”

“Ceritakan kepadaku.” Aku berkata dengan penuh rasa ingin tahu. “Apakah Yesus sungguh mengubah hidupmu?” Ramkair tersenyum lebar. “Tentu saja! Segala sesuatu menjadi berbeda.”

“Itu benar, Rab!” dengan antusias Krishna menambahkan. “Aku sudah menjadi seorang Kristen juga – baru beberapa hari yang lalu.”

Seorang gembala yang penuh perhatian tidaklah ditemukan dalam kepercayaan Hindu

Khotbah yang disampaikan oleh pengkhotbah berdasarkan Mazmur 23, dan kalimat, “Tuhan adalah gembalaku,” membuat hatiku melonjak gembira. Setelah menjelaskan tentang Mazmur, pengkhotbah berkata: “Yesus ingin menjadi gembalamu. Sudahkah engkau mendengar suara-Nya berbicara dalam hatimu? Mengapa engkau tidak membuka hatimu kepada Dia sekarang juga? Jangan menunggu sampai besok—mungkin akan terlambat! Sepertinya pengkhotbah berbicara langsung kepadaku. Aku tak dapat menunda lebih lama lagi.

Segera aku berlutut di hadapannya. Ia tersenyum dan bertanya apakah ada lagi yang mau menerima Yesus. Tak ada seorang pun yang bergerak. Lalu ia meminta jemaat untuk maju ke depan dan berdoa bersamaku. Beberapa orang maju ke depan, berlutut di sampingku. Bertahun-tahun lamanya orang-orang Hindu membungkuk di hadapanku – dan sekarang aku berlutut di hadapan orang-orang Kristen.

Dengan suara lantang aku mengikuti doa pengkhotbah, mengundang Yesus masuk ke dalam hatiku. Ketika pengkhotbah berkata, “Amin,” ia menyarankan agar aku berdoa dengan menggunakan kata-kataku sendiri. Dengan perlahan, suaraku dipenuhi dengan luapan emosi, aku mulai berdoa: “Tuhan Yesus, aku tak pernah membaca Alkitab, namun aku telah mendengar bahwa Engkau mati untuk menebus dosa-dosaku supaya aku dapat diampuni dan diperdamaikan dengan Allah. Ampunilah segala dosaku. Masuklah ke dalam hatiku!”

Sebelum aku selesai berdoa, aku tahu bahwa Yesus bukan sekedar hanya salah seorang dari jutaan dewa-dewa. Ia adalah Allah yang telah lama ku rindukan. Ia adalah Sang Pencipta. Namun demikian, Ia begitu mengasihiku sehingga rela menjadi seorang manusia dan mati untuk menebus dosa-dosaku. Menyadari hal ini, berton-ton kegelapan sepertinya telah terangkat dan sebuah cahaya yang sangat terang mengalir masuk ke dalam jiwaku.

Setelah tiba di rumah, aku dan Krishna mendapati bahwa seluruh keluarga besar sedang menunggu kedatangan kami, sepertinya mereka telah mendengar apa yang terjadi. “Malam ini aku meminta Yesus untuk masuk ke dalam kehidupanku!” Aku berseru dengan gembira, sambil memandang satu per satu wajah-wajah yang keheranan. “Luar biasa. Aku tak dapat mengungkapkannya betapa Ia sangat berarti bagiku.”

Beberapa anggota keluargaku terlihat merasa terluka dan bingung; yang lain merasa turut gembira untukku. Namun sebelum aku menyelesaikan ceritaku, tiga belas orang dari keluarga kami menyerahkan hidup kami kepada Yesus! Sungguh luar biasa.

Membakar benda-benda keramat dari kepercayaan Hindu-ku

TKeesokan harinya, dengan penuh ketetapan hati aku berjalan memasuki ruang doa bersama dengan Krishna. Bersama-sama kami membawa keluar segala sesuatu ke halaman: patung-patung berhala, kitab-kitab Hindu, dan berbagai peralatan keagamaan. Kami ingin melepaskan segala ikatan dengan masa lalu dan dengan kuasa kegelapan yang telah membutakan dan memperbudak kami sekian lamanya.

Ketika segala sesuatu telah diletakkan di atas tumpukan sampah, kami menyalakan api dan menyaksikan kobaran api membakar masa lalu kami. Serpihan patung-patung berhala yang dulunya kami takuti sebagai dewa-dewa berubah menjadi abu. Kami saling berpelukan dan mengucap syukur kepada Anak Allah yang telah mati demi memerdekakan kami.

Pikiranku melayang ke masa lalu, ketika ayahku dikremasi delapan tahun yang lalu. Bertolak belakang dengan sukacita yang baru kami temukan, kenangan akan saat itu membangkitkan rasa sedih. Tubuh ayahku telah dikorbankan kepada allah palsu yang sekarang menjadi serpihan api di hadapanku. Sungguh tak dapat dipercaya bahwa aku dengan perasaan sukacita turut serta menghancurkan sama sekali benda-benda keramat yang dulunya mewakili apa yang sangat ku percayai.

Dapat diartikan bahwa ini adalah upacara kremasiku – akhir dari pribadiku yang lama – matinya seorang brahmana. Rabi Maharaj yang lama telah mati di dalam Kristus. Dari kubur telah bangkit seorang Rabi yang baru, dan sekarang Kristus hidup di dalamnya.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kepercayaan Hindu, engkau mungkin ingin membaca Apa Perbedaan Antara Yesus dengan Agama-agama di Dunia?

 Bagaimana memulai sebuah hubungan dengan Tuhan
 Saya ada pertanyaan…

(Catatan: Jika engkau tertarik dengan pertobatan Rabi secara terperinci, bacalah bukunya Kematian seorang Brahmana. Sekarang Rabi tinggal di California bagian Selatan dan terlibat dalam penginjilan di seluruh dunia. Ia mengundangmu untuk berkirim surat kepadanya: East/West Gospel Ministries, P.O. Box 2191, La Habra, CA 90632.)


BAGIKAN DENGAN YANG LAIN
WhatsApp Share Facebook Share Twitter Share Share by Email More


Facebook
Facebook